Tinjauan Historis Turki Utsmani dari Kebesaran Hingga Kehancuran

Tinjauan Historis Turki Utsmani dari Kebesaran Hingga Kehancuran

Smallest Font
Largest Font

Nama    : Noviya Santika Ramadani
Prodi    : VI KPI

Tinjauan Historis Turki Utsmani dari Kebesaran Hingga Kehancuran

Ustmani termasuk salah satu Kerajaan Islam terbesar, awal mula terbentuknya Turki Ustmani bermula dari adanya penyerbuan yang dilakukan oleh pasukan Mongol yang di bawah pimpinan Hulagu Khan yang telah menghancurkan Kota Baghdad dan Irak yang merupakan akhir dari kehancuran Daulah Bani Abbasiyah, yang merupakan akhir dari kekuatan politik Islam yang selama ini telah memegang peran penting kebudayaan dan peradaban dunia. 


Dalam Sejarah, Kerajaan Turki Ustmani adalah Kerajaan pertama yang paling lama bertahan dibandingkan dengan dua Kerajaan besar lainnya, berdiri pada tahun 1282-1929 M. Bangsa Turki Ustmani pada awalnya ialah suku nomaden yang mana selama berabad-abad selalu mencari lahan perburuan baru di wilayah yang sekarang dikenal sebagai Turki. Pada awal tahun Masehi, Bangsa Turki Utsmani bernama Bizantium di bawah kekuasaan Romawi. 


Pendiri Kerajaan Turki Ustmani berasal dari bangsa Turki dari kabilah Oghuz yang mendiami daerah Mongol dan utara negeri Cina, yaitu bangsa Badui yang suka berperang. Mereka berpindah pindah ke Turkistan kemudian Persia dan Irak dalam jangka waktu kurang lebih 3 Abad. Dibawah tekanan-tekanan serta serangan yang dilakukan oleh Mongol, mereka melarikan diri ke daerah barat ditangah-tengah saudara mereka, orang-orang Turki Saljuk.  Cikal bakal lahirnya Kerajaan Turki Ustmani bermula dari kabilah yag dipimpin oleh Ertugrul. Di bawah pimpinan Ertugrul, mereka mengabdikan diri kepada Alaudin II yang sedang berperang melawan Bizantium. Karena bantuan Ertugrul, Bizantium dapat dikalahkan. Kemudian Alauddin memberikan imbalan kepada Ertugrul dan kaumnya berupa tanah di Asia Kecil yang berbatasan tepat dengan wilayah Bizantium. 


Ertugrul meninggal dunia pada tahun 1289. Maka kepemimpinan pun dilanjutkan oleh putranya, Ustman. Sama seperti sang ayah Ustman pun ikut mengabdikan dirinya untuk Alauddin II dalam peperangan melawan Bizantium samapai dapat meduduki wilayah-wilayah Bizantium. Tak lama ketika telah menikmati kemenangan atas Bizantium, serbuan tantara Mongol pun telah menghancurkan tentara Saljuk bahkan hingga Alauddin II terbunuh di tangan tentara Mongolia.
Saat itulah, Ustman bin Ertugrul mendeklarasikan berdirinya sebuah dinasti Islam yang dinamakan dinasti Ustmani pada tahun 1300 M. Kata Ustmani diambil dari Ustman bin Ertugrul bin Sulaiman Syah dari suku Qayigh. Ia menjadi penguasa pertama yang di sebut dengan Ustman I. Ia melakukan penyerangan perbatasan yang ada di Bizantium dan kemudian menaklukan kota Bursa tahun 1317 M. Utsman I memilih Bursa sebagai pusat dan ibu kota dari kerajaannya pada tahun 1317 M yang mana sebelumnya berpusat di Qurah Hisyar. 


Di waktu yang bersamaan Romawi kehilangan kontrolnya terhadap tanah Anatolia di bagian barat laut. Turki Ustmani melanjutkan ekspansinya dengan penalukan wilayah-wilayah penting, yang mana hal tersebut dapat membuat Turki Ustmani dapat masuk ke wilayah Eropa.


Mereka dapat menaklukkan bagian benua Eropa selama pemerintahan Orkhan (726 H/1326 M–761 H/1359 M). Kemudian, selama pemerintahan Murad I (Sultan Ketiga dari Kerajaan Ustmani) dari 761 H/359 M hingga 789 H/1389 M, mereka terus memperluas wilayah mereka ke benua Eropa dan menciptakan keamanan di dalam negeri. Ia menaklukkan Marcedonia, Sopia, Salonia, Adrianopel (dijadikannya kota kerajaan baru), dan seluruh bagian utara Yunani. Paus mengobarkan peperangan karena cemas dengan ekspansi kerajaan Turki Ustmani di Eropa. Meskipun demikian, ia berhasil mengalahkan Biyazid I, sultan keempat dari kerajaan Ustmani, dari 1389 hingga 1401 M. Dia berhasil memperluas wilayah Turki Ustmani menjadi dua kali lebih besar, tetapi dia tidak dapat menguasai semua wilayah dinasti Turki Ustmani. Pada tahun 1430 dan 1450 Mehmed pertama yang bernama Murad kedua berhasil merebut kembali wilayah Turki Ustmani yang hilang pada peperangan Angkara. Ia juga berhasil memenangkan perang untuk mempertahankan penyerangan Kosovo ke wilayah Turki Ustmani pada tahun 1448. Anak Murad kedua yaitu Muhammad Al-Fatih adalah satu-satunya yang berhasil menaklukan kota Konstatinopel  pada tanggal 29 Mei 1453 di umurnya yang ke 21 tahun, lalu mengubah nama kota tersebut menjadi kota Istanbul yang kemudian menjadi pusat pemerintahan Turki Usmani dan pusat perdagangan serta kebudayaan Internasional. Ia berkuasa dari tahun 1453-1481. Kemudian ia wafat dan di teruskan oleh anaknya yakni Sultan Biyazid II. 


Awal terjadinya kemunduran dan kehancuran Turki Ustmani ialah sejak wafatnya Sulaiman I yang digantikan oleh puteranya Salim II (1556-1574 M). Ia pemimpin yang tidak sesuai dengan apa yang diharapkan masyarakatnya, karena banyaknya kelemahan. 
Di Tengah kemunduran Turki Ustmani, ia berhasil merebut daerah Kaukasus dan Azerbaijan yang mencapai luas bentangan geografis untuk wilayah Turki Ustmani. Namun kedua wilayah tersebut hanya bertahan pendek, mereka kembali lepas dari Turki Ustmani pada tahun 1603. 
Puncak kemunduran Ustmani terjadi tahun 1850-1922. Turki bergabung dengan Jerman dan ikut melibatkan dirinya dengan Perang Dunia I. Kemudian Mustafa Kamal Ata-Turk mengganti model khilafah menjadi Republik Sekuler dan mendirikan Nasionalis Turki.


Kemunduran Turki Ustmani melibatkan sejumlah faktor internal yang memainkan peran penting. Beberapa di antaranya:

a. Dekadensi Administratif:  Penurunan efisiensi administratif dan korupsi di dalam pemerintahan Utsmaniyah mengakibatkan kegagalan dalam  menyediakan layanan dasar dan keadilan kepada rakyat.

b. Krisis Ekonomi: Terjadinya krisis ekonomi yang disebabkan oleh faktor seperti penurunan produksi agraris, inflasi, dan kegagalan untuk menghadapi revolusi industri Eropa, menyebabkan tekanan ekonomi yang besar.

c. Perpecahan Sosial: Ketegangan antara kelompok etnis, agama, dan kelas sosial di dalam masyarakat Utsmaniyah menjadi semakin parah, mengakibatkan konflik internal yang melemahkan kesatuan negara.

d. Reformasi yang Gagal: Upaya reformasi yang dilakukan oleh beberapa sultan Utsmaniyah untuk memperbarui struktur pemerintahan dan militer sering kali gagal atau bertentangan dengan kepentingan elit politik dan militer.

e. Perebutan Kekuasaan: Persaingan internal antara elit politik dan militer untuk kekuasaan dan pengaruh memunculkan instabilitas politik yang serius.

f. Kekurangan Inovasi Militer: Kesulitan dalam mengadopsi teknologi dan strategi militer baru yang diadopsi oleh negara-negara Eropa mengakibatkan ketertinggalan militer Kesultanan Utsmaniyah.

g. Revolusi Nasionalisme: Munculnya gerakan nasionalisme di antara kelompok-kelompok etnis dan agama di dalam kesultanan, yang menginginkan otonomi atau kemerdekaan, melemahkan kesatuan negara.

h. Perubahan Sosial dan Kebudayaan: Perubahan sosial dan kebudayaan yang cepat, terutama dengan munculnya ideologi-ideologi modern seperti nasionalisme, sekularisme, dan modernisme, mengancam legitimasi tradisional Kesultanan Utsmaniyah.


Timbulnya Gerakan Nasionalisme Faktor eksternal yang ikut berperan dalam runtuhnya Kesultanan Utsmaniyah meliputi:

a. Imperialisme Eropa: Kesultanan Utsmaniyah menjadi sasaran ekspansi dan intervensi dari kekuatan-kekuatan Eropa seperti Britania Raya, Prancis, dan Rusia yang menginginkan kendali atas wilayah-wilayah strategis dan sumber daya di Timur Tengah dan Balkan.

b. Revolusi Industri Eropa: Revolusi industri di Eropa Barat mengakibatkan ketertinggalan ekonomi Utsmaniyah, membuat mereka kalah bersaing dalam perdagangan dan teknologi.

c. Dukungan Terhadap Gerakan Kemerdekaan: Negara-negara Eropa memberikan dukungan kepada gerakan-gerakan nasionalis di dalam Kesultanan Utsmaniyah, seperti gerakan kemerdekaan Yunani, Serbia, Bulgaria, dan lainnya, yang bertujuan untuk melemahkan atau bahkan menggulingkan kekuasaan Utsmaniyah di wilayah-wilayah tersebut.

d. Konflik Kolonialisme dan Kepentingan Imperialistik: Persaingan antara kekuatan-kekuatan kolonial Eropa di Timur Tengah dan wilayah-wilayah sekitarnya, seperti Persia dan Afghanistan, juga memperburuk stabilitas regional dan memperlemah kesultanan.

e. Intervensi Militer Asing: Intervensi militer langsung oleh negara-negara Eropa, seperti Perang Krimea di mana Britania Raya dan Prancis bersekutu dengan Kekaisaran Utsmaniyah melawan Rusia, memberikan ketergantungan pada kekuatan asing dan melemahkan kedaulatan Utsmaniyah.

f. Perjanjian dan Traktat Internasional: Kesultanan Utsmaniyah terlibat dalam sejumlah perjanjian internasional yang merugikan, seperti Perjanjian Sevres, yang merinci pembagian wilayah Utsmaniyah antara negara-negara Sekutu setelah Perang Dunia I, yang mempercepat keruntuhan mereka.


Beberapa lama setelah runtuhnya Turki Ustmani Organisasi Konferensi Islam (OKI) kemudian didirikan pada 25 September 1969 di Rabat, Maroko, yang bertujuan sebagai respons kepada kebutuhan untuk mengatasi masalah umat Islam secara kolektif. Hal yang demikian muncul setelah terjadinha tragedi kebakaran di Masjid Al-Aqsa yang menimbulkan kekhawatiran umat Islam di seluruh dunia. OKI didirikan untuk bertujuan memperkuat solidaritas dan kerja sama di antara negara-negara anggotanya serta mempromosikan kepentingan umat Islam di tingkat internasional. 


Runtuhnya Kekaisaran Utsmaniyah memiliki dampak yang meluas, termasuk:

1. Pembentukan Negara-Negara Baru: Setelah Perang Dunia I, wilayah-wilayah bekas Kekaisaran Utsmaniyah dibagi-bagi antara negara-negara pemenang perang dan sekutu-sekutu mereka, seperti Inggris dan Prancis. Hal ini menyebabkan pembentukan negara-negara baru di Timur Tengah dan Eropa Tenggara.

2. Konflik Etnis dan Agama: Pembagian wilayah-wilayah ini tidak selalu memperhitungkan keragaman etnis dan agama di kawasan tersebut, yang mengarah pada konflik etnis dan agama yang berkepanjangan. Misalnya, pembentukan Israel dan Palestina serta konflik di wilayah Kurdi di Turki, Suriah, dan Irak.

3. Kehilangan Identitas dan Kebudayaan: Runtuhnya kekaisaran ini juga berarti hilangnya sebuah identitas politik, sosial, dan kebudayaan yang telah ada selama berabad-abad. Ini meninggalkan bekas dalam masyarakat di wilayah-wilayah yang dulunya berada di bawah kekuasaan Utsmaniyah.

4. Perubahan Politik dan Ekonomi: Dengan runtuhnya kekaisaran, struktur politik dan ekonomi di wilayah tersebut mengalami perubahan besar. Negara-negara baru harus membangun institusi dan sistem baru, yang sering kali memunculkan ketidakstabilan politik dan sosial.

5. Peningkatan Intervensi Asing: Pembagian wilayah-wilayah ini juga membuka pintu bagi intervensi asing oleh kekuatan-kekuatan dunia, yang sering kali menguatkan konflik dan ketidakstabilan di kawasan tersebut.

Dengan demikian, runtuhnya Kekaisaran Utsmaniyah telah memberikan dampak jangka panjang yang signifikan terhadap perkembangan politik, ekonomi, dan sosial di Timur Tengah dan Eropa Tenggara.


Meskipun runtuhnya Kekaisaran Utsmaniyah membawa dampak negatif yang signifikan, ada juga beberapa dampak positif:

1. Munculnya Negara-Negara Baru: Pembentukan negara-negara baru di wilayah bekas Kekaisaran Utsmaniyah memberikan kesempatan bagi masyarakat setempat untuk mengatur diri mereka sendiri dan mengembangkan institusi politik mereka sendiri.

2. Perkembangan Identitas Nasional: Runtuhnya kekaisaran ini mendorong masyarakat di wilayah-wilayah yang dulunya berada di bawah kekuasaan Utsmaniyah untuk mengembangkan identitas nasional mereka sendiri, yang memperkuat rasa solidaritas dan kesatuan di antara mereka.

3. Modernisasi: Setelah runtuhnya kekaisaran, beberapa negara baru di kawasan tersebut mengambil langkah-langkah untuk memodernisasi infrastruktur mereka, termasuk pembangunan jalan, rel kereta api, dan pembangunan ekonomi lainnya.

4. Munculnya Kesempatan Baru: Runtuhnya kekaisaran membuka pintu bagi perkembangan baru dalam bidang politik, ekonomi, dan budaya di kawasan tersebut, memberikan kesempatan bagi inovasi dan pertumbuhan baru.

5. Demokratisasi: Meskipun tidak selalu lancar, beberapa negara-negara baru yang muncul setelah runtuhnya kekaisaran berusaha untuk memperjuangkan prinsip-prinsip demokrasi dan kebebasan politik bagi warganya.

Dengan demikian, meskipun runtuhnya Kekaisaran Utsmaniyah membawa banyak ketidakstabilan dan konflik, ada juga beberapa dampak positif yang membuka jalan bagi perkembangan baru di wilayah tersebut.


Setelah runtuhnya Turki Ustmani, Umat Islam dunia atau Negara negara Islam termasuk Indonesia kehilangan adanya pemersatu dan pengayom. Negara negara islam berada dalam Imperialisme Barat. Westernisasi sudah mengubah kondisi masyarakat Islam terutama di bagian wilayah Timur Tengah. Dari Gerakan inilah munculnya Gerakan Islam Politik.


Dari semua yang telah teruraikan maka jelas runtuhnya Turki Ustmani tak jauh dari adanya campur tangan orang-orang kafir, terutama Inggris. Keruntuhan Turki Ustmani benyak menimbulkan pengaruh terutama dengan munculnya sekularisme. 


Terdapat beberapa saran yang dapat diambil dari sejarah Kekaisaran Turki Utsmani yaitu:

1. Toleransi dan Keadilan: Mengutamakan toleransi dan keadilan dalam memerintah sebuah negara. Turki Utsmani berhasil mengintegrasikan berbagai kelompok etnis, agama, dan budaya, yang menunjukkan pentingnya memperlakukan semua warga dengan adil dan menghormati hak-hak mereka.

2. Diplomasi dan Aliansi: Menerapkan strategi diplomasi yang cerdas dan menjaga hubungan yang baik dengan negara-negara tetangga serta kekuatan besar lainnya. Ini membantu Turki Utsmani untuk mempertahankan stabilitas wilayahnya dan memperluas pengaruhnya di kancah internasional.

3. Keseimbangan Kekuasaan: Menjaga keseimbangan kekuasaan antara pemerintah pusat dan otonomi lokal. Turki Utsmani berhasil mengelola keragaman etnis dan budaya dalam kerangka kesatuan politik yang kuat, yang dapat menjadi model bagi negara-negara yang menghadapi tantangan serupa saat ini.

4. Inovasi dan Adaptasi: Terus melakukan inovasi dan beradaptasi dengan perubahan zaman. Meskipun Turki Utsmani mengalami masa kejayaan, mereka juga mengalami kemunduran pada akhirnya karena gagal beradaptasi dengan perkembangan dunia modern. Belajar dari kesalahan ini, negara-negara modern perlu terus melakukan perubahan dan inovasi untuk tetap relevan dan berkembang.

5. Kebijakan Ekonomi Berkelanjutan: Mengelola ekonomi dengan bijaksana dan berkelanjutan. Turki Utsmani membangun sistem ekonomi yang maju untuk zamannya, termasuk perdagangan internasional yang luas dan kebijakan keuangan yang stabil. Pembelajaran dari manajemen ekonomi mereka dapat membantu negara-negara modern dalam mengembangkan kebijakan ekonomi yang berkelanjutan dan inklusif.

*DAFTAR PUSTAKA*

Ash-Shalabi, Ali Muhammad. 2003. Bangkit dan Runtuhnya Khilafah Ustmaniyah. Jakarta Timur: Pustaka Al-Kautsar

Ats-Tsunayyan, Khulaif Muhammad. 2021. Seajarah Turki Utsmani dari Kabilah ke Imperium (ERTUGRUL). Jakarta Timur: Pustaka Al-Kautsar

Muvid, Basyrul Muhamad. 2022. Sejarah Turki Utsmani dan Kemajuannya Bagi Dunia Islam. Dalam Jurnal Pendidikan Islam dan Isu-isu Sosial Volume 20 (hlm. 28-30). Surabaya: Universitas Dinamika Surabaya

Nizar, Samsul. 2007. Menelusuri Jejak Sejarah Pendidikan Era Rasulullah Sampai Indonesia. Jakarta: Kencana Prenada Media Group

Sulasman. 2013. Sejarah Islam Di Asia Dan Eropa. Bandung: CV Pustaka Setia

Editors Team
Daisy Floren
Daisy Floren
Redaksi Author