Transformasi Islam Politik : Refleksi Dampak Kejatuhan Kekhalifahan Turki Utsmani di Indonesia

Transformasi Islam Politik : Refleksi Dampak Kejatuhan Kekhalifahan Turki Utsmani di Indonesia

Smallest Font
Largest Font

Oleh: Ayu Rahmawati 
Prodi: VI PMI 

1. Sejarah Turki Usmani 
Suatu ketika dengan sungguh-sungguh Nabi Muhammad bersabda bahwa kota "konstantinopel itu akan di taklukan oleh orang islam, dan pemimpin yang menaklukannya adalah sebaik-baik pemimpin, kemudian pasukan yang berada di bawah komandonya adalah sebaik-baik pasukan" sabda itu menjadi pemantik semangat yang luar biasa ribuan abad lamanya, kota imperium yang sangat besar yang kala itu memiliki kekuasaan terbesar akan di taklukkan oleh orang islam, artinya kota kota kecil disekitarnya juga tentu saja akan dapat di taklukkan. Sabda itu menjadikan motivasi besar untuk para sahabat dalam berlomba-lomba mewujudkan yang Rasulullah sabdakan, di mulai dari Umar bin Khattab yang memperluas wilayahnya, memenangkan berbagai perang bersama bangsa romawi, kemudian di lanjutkan oleh Usman bin Affan yang membentuk 1.600 kapal untuk mengamankan wilayah Afrika Utara,  dilanjutkan pada tahun 650 Masehi oleh Abdullah bin abu sarah yang melawan armada romawi.

Empat tahun kemudian, tepatnya pada tahun 654 Utsman bin Affan mengirimkan Muawiyah bin Abu sufyan dengan pasukan yang besar untuk mengepung benteng konstatinopel, namun mereka belum berhasil, karena betapa kokohnya benteng tersebut, benteng konstatinopel di kelilingi oleh tiga lautan, yakni laut marmara, selat nosphorus dan golden horn atau tanduk emas. Dalam hitungan kemiliteran pada masa itu, konstatinopel dianggap sebagai kota yang paling aman dan terlindungi, karena keamanannya sangat ketat, karena adanya pagar pagar pengaman berlapis di dalamnya, dengan demikian benteng konstantinopel tidak mudah diserang dan di taklukkan.

Pada tahun 668 Muawiyah menyerang romawi melalui jalur darat dan laut. Dari laut muawiyah mengerahkan armadanya menuju laut marmara sampai selat bosphrus, sedangkan melalui jakur darat yaitu melalui asia kecil, tidak berhenti sampai disitu, ekspansi untuk menaklukkan konstantinopel di lanjutkan oleh Sulaiman bin Abdul Malik, pada tahun 810 M di lanjutkan oleh Harun Ar-Rasyid yang sempat byzantium bergejolak. 
    Puncaknya pada hari kamis, 26 Rabiul Awwal betepatan dengan 6 april 1453 Sultan Muhammad Al- Fatih bersama 150.000 pasukan dan 400 kapal perang untuk menaklukkan benteng kokoh itu, puncaknya yaitu pada hari Kamis, 26 Rabiul awwal bertepatan dengan 6 April 1453 sultan Muhammad II bersama 150.000 pasukan dan 400 kapal perang berusaha menaklukkan benteng itu,
Sebelum itu, Muhammad II mengirimkan surat kepada kaisar Constantine XI untuk bersedia pergi dengan jaminan keamanan kaisar dan keluarga dan membayar jizyah, namun kaisar menolak, akhirnya pada 27 Mei 1453 sultan Muhammad II memerintahkan seluruh pasukannya agar mendekatkan diri kepada Allah, mensucikan diri dan menjauhkan dari maksiat serta menambah amal ibadah dan bersungguh-sungguh berdoa kepada Allah. Seusai shalat Tahajjud mereka mulai melakukan peperangan, Dan hari itu, sebelum matahari terbit kaum muslimin telah mendapatkan kemenangan.
2. Masa Kejayaan Turki Utsmani
“Kesultanan Utsmaniyyah adalah sebuah kerajaan yang sangat kuat dan berpengaruh. Mereka menguasai wilayah yang sangat luas dan memiliki pengaruh yang besar di dunia Islam – Edward Gibbon, sejarawan Inggris penulis “The History of the decline and fall of the Roman empire”

Pada tahun 1299, seorang bernama Usman Gazi berasal dari Anatolia  sebagai pembuat dinasti yang sangat besar, yakni Turki Usmani, Usman Gazi memperluas wilayahnya sampai ke bagian barat, yaitu wilayah bursa, kemudian bursa menjadi jantung Turki Usmani, Masa kejayaan Turki pada abad 16 di zaman Sulaiman(1520-1566) mampu memperluas wilayah sampai wilayahnya mencapai Asia barat, Afrika tengah sampai Eropa tenggara.
Kesultanan Utsmaniyyah, yang di dirikan oleh Osman I pada awal abad ke-14, merupakan salah satu kekuatan besar di dunia Islam, Kesultanan ini mencapai puncak kejayaannya pada abad ke-16 di bawah pemerintahan Sultan Salim I dan Sultan Sulaiman. Wilayah kekuasaan Utsmaniyyah meliputi Timur Tengah, sebagian Eropa dan Afrika Utara. Masa ini ditandai dengan kejayaan militer, kebudayaan dan kemakmuran ekonomi. 
3. Peran Pendidikan 
Said Nursi seorang ulama turki yang lahir pada tahun 1877 menekankan pentingnya pendidikan dalam membangun peradaban yang kuat.   
Di zaman pertarungan budaya antara modernitas dan post modernitas karena silaunya pengambil kebijakan akan budaya Eropa, di zaman 1910 ulama Turki telah mengusulkan sistem pendidikan yang tidak hanya mengajarkan ilmu-ilmu agama atau ilmu umum saja, ia ingin menggabungkan keduanya dan dengan sentuhan tazkiyyatunnafsi dalam Al Qur'an surat Al Baqarah ayat 129, 151 dan Ali Imron ayat 164, bahwa pendidikan mengandung tiga aspek penting (pengenalan, pemahaman, penghayatan ayat ayat Allah, dan pengajaran, kemudian puncak tertinggi sebuah ilmu adalah ma'rifatullah, Namanya said Nursi, ulama Turki yang lahir tahun 1877 di desa nurs provinsi bitlis, Anatolia timur, Beliau berpendapat bahwa si dalam filsafat ada tiga aspek yaitu ontologi, epitimologi, aksiologi dan ketiga aspek penting itu yang membawa pendidikan Islam ke masa kejayaannya, apabila salah satu aspek hilang maka lunturlah karakteristik pendidikan Islam itu sendiri.

Ulama ulama Turki berjuang agar sultan Hamid II tidak lagi menerapkan pendidikan ekstrim-sekuler yang berkiblat pada barat, namun keshalihan sultan Hamid II tidak mampu menopang pemerintahan yang dalamnya memang sudah bobrok, kemudian runtuhlah Turki Usmani pada 3 Maret 1924, dari sejarah tersebut dapat di petik hikmah bahwa masa depan dan warna sebuah bangsa atau negara, sangat di tentukan dari pendidikan yang ada untuk generasi seterusnya. 
4. Faktor Keruntuhan
a. Tekanan dari kekuatan Eropa
    Setelah masa kejayaannya turki mengalami penurunan kekuasaan, Salah satu sebab kemunduran dan runtuhnya turki usmani ialah perang dunia, perang dunia I merupakan bencana bagi seluruh umat manusia, meninggalkan ribuan peristiwa tragis, akhirnya pada tahun 1918 perang dunia I dimenangkan oleh pihak sekutu dan kekalahan di pihak Jerman dan aliansinya yaitu Turki Utsmani, hal itu juga menjadi bencana bagi militer dan ekonomi turki, di hari itu juga, kapal-kapal besar datang dari selat bashoprus, kemudian pintu pintu, jendela jendela dan balkon balkon rumah di penuhi oleh bendera sekutu, Hal tersebut benar benar mmberikan kesedihan bagi seluruh umt islam dunia, karena saat itu turki adalah orotitas pusat kekhalifahan islam. Upaya-upaya ekspansi dan kolonialisme oleh kekuatan Eropa, seperti Inggris, Perancis, dan Rusia semakin menekan wilayah kekuasaan Utsmaniyyah. Setelah kekalahan Turki pada perang dunia I, Turki ibarat singa yang kehilangan taring dan kekuatannya.
b. Konflik Internal 
Setelah perang dunia I berakhir Inggris masih tetap memiliki peran untuk memonopoli Turki, Inggris memaksa Syaikhul Islam membuat fatwa bahwa haram hukumnya melawan Inggris siapapun berani melawan, artinya memberontak, hal itu ialah tanda islam di turki mulai melemah. pemborosan dan adanya tindak korupsi, didalam pemerintah saat itu banyaknya terjadi yang menjadi konflik internal.
c. Revolusi Industri
Revolusi industri di Eropa membuat kekuatan militer dan ekonomi di Eropa semakin maju, sementara kesultanan Utsmaniyyah tertinggal dalam hal teknologi dan industri
d. Pemberontakan
Pemberontakan merajela dan celakanya pemberontakan tersebut di lakukan oleh yenisseri sebagai pilar kemajuan ekspansi Turki Usmani
e. Pemerosotan Pendidikan
Pemerintahan Turki Usmani memaksakan pendidikan sekuler dan membabat habis madrasah, padahal pendidikan yang sebenarnya ialah yang menyatukan pendidikan agama dan pendidikan modern, karena apabila rakyat mendapatkan pendidikan yang baik maka rakyat akan berkualitas dan sebuah bangsa akan mencapai cita cita dan kemakmurannya.
f. Kurangnya pemaksimalan SDM
Ketika semua orang bekerja menggunakan tenaga dan pikirannya, maka negra akan terus kreatif dan terproduksi
g. Young Tourk Movement menjadi salah satu penyebab keruntuhan turki utsmani karena menjadi sebab pelengseran sultan 
h. Penyusup
Penyusupan orang Yahudi di setiap organisasi Turki, untuk mendukung pemberontakan di Armenia, nasionalisme di balkan, nasionalisme di Kurdi dan gerakan saparatisme yang ingin lepas dari Turki usmani. 
5. Konflik yang melemahkan Turki Utsmani
Terjadi gencatan senjata yang ditandatangani oleh Inggris dan Turki menjelaskan bahwa kekuasaan Mustafa kemal attaturk atas Turki Usmani melalu majlis nasional agung tanggal 1 november 1922, Mustafa kemal attaturk yang berhak mengangkat dan mengganti khalifah dan dia juga yang berhak menerapkan undang-undang.
24 Juli 1923 Mustafa kemal di akui secara nasional dan internasional
2 Oktober 1923, Inggris pergi dari Turki kemudian pasukan nasional Turki memasuki Istanbul
13 Oktober 1923 majelis agung nasional menetapkan Ankara sebagai ibukota turki untuk menghilangkan jejak Islam, Islam bul atau Istanbul
29 Oktober 1923 Mustafa kemal resmi menjadi presiden pertamanya secara resmi memutus segala hubungan antara republik Turki dengan kekhilafahan usmani.

Mustafa Kemal Ataturk menerapkan kebijakan sekuler yang ketat, yang membuat Turki mengalami masa-masa sulit, simbol simbol agama yang di larang, masjid masjid banyak yang ditutup, kantor Syaikhul yang ada di Istanbul di jadikan gedung dansa, penggunaan jilbab dilarang, adzan memakai bahasa Arab di larang, Zawiyah sufi di tutup, madrasah di larang mengajarkan Al-Quran, huruf dan angka hijayaiyyah di ganti latin, Mustafa kemal Ataturk benar benar ingin menghapus jejak jejak Islam, dengan harapan Turki akan di diterima di bangsa Eropa.

Pelarangan menggunakan huruf dan angka Arab agar tercabut akar keislaman yang bersama dari Al-Qur'an dan hadits yang berbahasa Arab dan menggunakan huruf Arab, percetakan percetakan Arab telah di tutup dan barang siapa yang menggunakan bahasa Arab akan menanggung akibat yang pedih
    Pada tahun 1950, larangan mengumandangkan adzan di cabut, namun tahun 1960, militer sekuler kembali melakukan kudeta, Turki mewakili dua peradaban yaitu barat dan timur 
6. Dampak Keruntuhan
Dampak Negatif: Hilangnya pusat sentral otoritas politik dan keagamaan yang menyebabkan kebingungan diantara Umat Islam karena tidak adanya kekuasaan politik islam terpusat, runtuhnya Turki Usmani memiliki dampak terhadap politik sosial dan ekonomi, banyak wilayah yang dulunya kekuasaan Turki Usmani terguncang dalam hal ekonomi, banyak negara Islam naungan Turki Usmani yang menjadi jajahan bangsa Barat, banyaknya terjadi peperangan karena disintegrasi budaya yang memperburuk keruntuhan Turki Usmani. 
Tahun 1877, Tunisia memerdekakan diri dari Turki Usmani, namun 4 tahun kemudian di jajah oleh perancis 
Tahun 1878 sebagian wilayah Bulgaria, montegro, serbia dan rumania juga merdeka, sementara sebagian wilayah Anatolia harus di serahkan juga. Kurang lebih Turki Usmani kehilangan 40% wilayahnya 
Tahun 1882 Inggris menjajah Sudan, mesir, anak benua india, Belanda menjajah Indonesia dan Afrika selatan, Perancis menjajah Afrika Utara dan barat sedangkan Asia tengah di jajah oleh Rusia. Itulah dampak negatif runtuhnya Turki Usmani.
Dampak Positif: Banyak yang menjadi negara-negara baru seperti Irak, Suriah dan Lebanon, beberapa diantaranya mengalami modernisasi dan industrialisasi meningkatkan standar hidup dan ekonomi negara tersebut. 
7. Pelajaran dan Sejarah
Sebuah kutipan dari Winston Churchill, Perdana Menteri Inggris mengatakan bahwa, “Sejarah itu berulang, kita harus belajar dari masalalu untuk masa depan yang lebih baik”.
Ketaatan kepada Allah: Kejayaan Turki Usmani di masa lalu diiringi dengan ketaatan kepada Allah dan ajaran Islam 
Pentingnya Pendidikan: Pendidikan yang komprehensif dan berimbang, yang menggabungkan ilmu agama dengan ilmu pengetahuan, sangat penting untuk membangun bangsa yang kuat 
Solidaritas Umat Islam: Solidaritas Umat islam sangat penting untuk mencapai kemajuan bersama
8. Sejarah Berdirinya OKI (Organisasi Kerja Sama Islam)
Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) didirikan sebagai respons terhadap kejatuhan kekhalifahan Turki Usmani dan dengan tujuan untuk memperkuat solidaritas dan kerja sama di antara negara-negara anggota. Berikut adalah gambaran sejarah berdirinya Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) berdasarkan informasi dari sumber yang relevan:
- Pada tanggal 22-25 September 1969, para pemimpin sejumlah negara Islam mengadakan Konferensi di Rabat, Maroko.
- Konferensi tersebut menjadi tonggak berdirinya Organisasi Kerja Sama Islam (OKI).
- Pada Konferensi tersebut, para pemimpin negara Islam menyepakati Deklarasi Rabat yang menegaskan keyakinan atas agama Islam, penghormatan pada Piagam PBB, dan hak asasi manusia.
- OKI secara resmi dibentuk setelah Konferensi tersebut, dengan fokus pada solidaritas Islam di antara negara-negara anggota, koordinasi kerja sama antarnegara anggota, dukungan terhadap perdamaian dan keamanan internasional, serta perlindungan tempat-tempat suci Islam.
- Piagam OKI baru diadopsi pada KTM OKI ketiga pada 1972. Piagam ini memuat tujuan dan prinsip OKI, yang antara lain mencakup upaya meningkatkan solidaritas Islam di antara negara anggota.
Berdasarkan sejarahnya, Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) didirikan pada tahun 1969 sebagai hasil dari Konferensi di Rabat, Maroko, dengan tujuan utama memperkuat kerja sama dan solidaritas di antara negara-negara Islam. Hal Ini mencerminkan usaha untuk mengatasi kejatuhan kekhalifahan Turki Usmani dan memperkuat posisi umat Islam secara global. Kebangkitan Islam 
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, bahwasannya Rasulullah Shallahu alaihi wassallam bersabda    

إنَّ اللهَ يَبْعَثُ لِهذهِ الأُمَّةِ عَلَى رَأْسِ كُلِّ مِائَةِ سَنَةٍ مَنْ يُجَدِّدُ لَهَا دِيْنَهَا
“Sesungguhnya Allah mengutus kepada umat Islam, setiap seratus tahun, seorang yang memperbarui untuk mereka (interpretasi) ajaran agama mereka.” (HR. Abu Daud). (Rahma Harbani, 2023).

Pada hadits di atas menyebutkan tentang kemunculan Mujaddid untuk umat Islam pada setiap seratus tahun sekali. Khilafah terakhir adalah Khilafah Turki Ustmani dan runtuh pada tahun 1924 M, jika menilik dari hadits tersebut maka tahun 2024 genap seratus tahun setelah runtuhnya Khilafah Turki Ustmani.

Persatuan, kepatuhan terhadap ajaran-ajaran Islam, berjalannya pemerintahan yang sesuai konstitusi yang konsekuen dan berhasil, praktik-praktik bernegara yang benar berlandaskan prinsip-prinsip musyawarah akan menciptakan bangsa Usmani yang mampu bersaing dengan negara negara maju, begitulah kira kira penutup dari pidato said Nursi.

Kebangkitan Islam akan di pengaruhi oleh populasi orang muslim yang memegang teguh terhadap perintah agamanya, masa kejayaan Turki Usmani ialah ketika umat Islam berpegang teguh kepada Al Qur'an dan hadits kemudian terjadi beberapa kemunduran karena faktor internal dan eksternal, tepat 100 tahun setelah runtuhnya Turki Usmani yang di sebutkan di dalam hadits tersebut, ulama ulama dan aktivitas Islam memanfaatkan momen ini untuk memperkuat kesadaran politik dan solidaritas umat muslim agar tetap setia pada prinsip-prinsip ajaran Islam, pelajaran yang bisa di petik dari kejadian Turki Usmani yaitu keseimbangan antara pendidikan agama dengan ilmu pengetahuan. Hubungan antara kejatuhan Turki Utsmani dengan peran posisi Islam politik di Indonesia 
Kejatuhan Kekaisaran Turki Utsmani memiliki dampak yang signifikan pada peran dan posisi Islam politik di Indonesia. Sebelumnya, Turki Utsmani adalah kekhalifahan besar yang memegang otoritas agama dan politik dalam dunia Islam. Namun, setelah mengalami kemunduran, pengaruh kekhalifahan ini menurun. Turki Utsmani memiliki hubungan yang erat dengan kesultanan-kesultanan Islam di Nusantara. Mereka berbagi nilai-nilai keagamaan, budaya, dan politik. Kejatuhan Turki Utsmani menyebabkan kekosongan kekuasaan dan otoritas politik Islam di dunia, termasuk Indonesia.

Di Indonesia, kejatuhan Turki Utsmani memengaruhi pandangan dan praktik politik Islam. Para pemimpin agama dan intelektual Muslim di Indonesia mulai menghadapi tantangan baru dalam mempertahankan ajaran Islam dan nilai-nilainya di tengah perubahan politik global. Selain itu, kejatuhan Turki Utsmani juga membawa perubahan dalam pemahaman dan interpretasi Islam di Indonesia. Beberapa pemikiran dan ajaran baru mulai muncul sebagai respons terhadap perubahan dunia Islam pasca-kejatuhan Turki Utsmani.

Secara keseluruhan, kejatuhan Turki Utsmani telah memengaruhi peran dan posisi Islam politik di Indonesia dengan mengubah cara pandang dan praktik politik Islam di tanah air. Hal ini membawa tantangan dan peluang baru bagi masyarakat Muslim Indonesia dalam memahami dan menjalankan ajaran Islam dalam konteks politik dan sosial yang berkembang.
Pengaruh Kejatuhan Turki Utsmani terhadap peran posisi politik di Indonesia 
Sebagai latar belakang, Kekaisaran Turki Utsmani atau Kesultanan Utsmaniyah adalah kerajaan Islam yang berdiri selama berabad-abad di wilayah Turki, Timur Tengah, dan sebagian Eropa. Mereka merupakan pusat kekuasaan Islam yang penting dan menjadi khalifah, atau pemimpin spiritual umat Islam di seluruh dunia. Namun, pada tahun 1924, kekhalifahan Turki Utsmani dihapuskan oleh pemerintah Republik Turki yang dipimpin oleh Mustafa Kemal Atatürk.
 Dampak kejatuhan Turki Utsmani di Indonesia sangat terasa dalam berbagai aspek:
1. Perubahan Pandangan Politik: Kejatuhan Turki Utsmani mengubah cara pandang politik umat Islam di Indonesia. Mereka harus menyesuaikan pemahaman politik dan kepemimpinan agama setelah kekhalifahan tidak ada lagi.
2. Peran Agama dalam Politik: Dampak kejatuhan Turki Utsmani juga membawa perubahan dalam peran agama dalam politik di Indonesia. Umat Islam mungkin merasa perlu untuk lebih aktif dalam politik sebagai respons terhadap kejatuhan kekhalifahan yang dianggap penting.
3. Pengaruh Global: Kejatuhan Turki Utsmani menciptakan ketidakpastian dalam dunia Islam secara keseluruhan, termasuk di Indonesia. Hal ini dapat memengaruhi partisipasi politik umat Islam dan pandangan mereka terhadap peran agama dalam kekuasaan politik.
4. Pertumbuhan Gerakan Keagamaan: Pasca-kejatuhan Turki Utsmani, dapat terjadi peningkatan peran gerakan keagamaan dan politik Islam di Indonesia sebagai respons terhadap perubahan politik global dan kehilangan kekhalifahan.
5. Pengaruh pada Politik Lokal: Dampak kejatuhan Turki Utsmani juga dapat terasa dalam politik lokal di Indonesia. Perubahan dalam pemahaman politik Islam dapat mempengaruhi sikap dan partisipasi politik umat Islam di tingkat nasional maupun lokal.
Dengan pemahaman yang lebih dalam tentang dampak kejatuhan Turki Utsmani, penting bagi masyarakat Indonesia, khususnya umat Islam, untuk terus mengembangkan peran politik Islam yang konstruktif dan inklusif dalam konteks pembangunan negara.
Faktor Penghambat peran Islam politik di Indonesia.

Ada beberapa faktor penghambat yang memengaruhi peran Islam dalam politik di Indonesia. Pertama, seiring dengan pluralitas agama dan budaya di Indonesia, faktor keberagaman ini dapat menjadi tantangan bagi Islam dalam mencapai konsensus politik yang luas. Hal ini dapat menyulitkan Islam untuk bersatu dalam wacana politik yang inklusif. Kedua, adanya polarisasi dan perbedaan pendapat di antara umat Islam sendiri juga dapat menjadi penghambat. Persoalan internal seperti perbedaan ajaran dan pandangan politik antar kelompok Muslim seringkali menghambat kesatuan dalam memainkan peran politik yang efektif. Ketiga, interferensi politik dari pihak-pihak eksternal, baik itu dari pemerintah asing maupun kelompok kepentingan tertentu, dapat menghambat peran Islam dalam politik Indonesia. Interferensi semacam ini dapat merusak kestabilan dan integritas Islam dalam berpolitik di Indonesia. Keempat, adalah isu radikalisme dan ekstremisme yang terkadang terkait dengan Islam. Hal ini menciptakan stigma negatif terhadap peran Islam dalam politik, sehingga mempersulit upaya Islam untuk diakui secara luas dalam ranah politik Indonesia.

Dalam menghadapi faktor-faktor penghambat tersebut, penting bagi umat Islam di Indonesia untuk terus membangun dialog, toleransi, dan kesatuan dalam menjalankan peran politik yang konstruktif dan positif, serta mengatasi tantangan yang mungkin muncul untuk mencapai tujuan politik yang sejalan dengan nilai-nilai Islam yang damai dan inklusif. Pendekatan politik dan bagaimana analisis peran dan posisi politik Indonesia.

Menganalisis peran dan posisi politik Indonesia dengan pendekatan institusional, kita menyoroti bagaimana institusi politik di Indonesia, seperti pemerintah, parlemen, partai politik, dan lembaga-lembaga terkait, memengaruhi dinamika politik negara ini. Pendekatan ini menekankan pentingnya struktur dan fungsi institusi dalam membentuk kebijakan, menjaga stabilitas politik, dan mengatur interaksi politik di Indonesia.
Dalam konteks Indonesia, pendekatan institusional memungkinkan kita untuk melihat bagaimana lembaga-lembaga politik berperan dalam proses pembuatan kebijakan, implementasi keputusan politik, dan pengawasan terhadap kekuasaan. Misalnya, peran DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) sebagai lembaga legislatif dalam menentukan undang-undang yang memengaruhi kehidupan masyarakat, atau peran KPU (Komisi Pemilihan Umum) dalam mengatur proses pemilu yang demokratis dan transparan.

Pendekatan ini juga memungkinkan kita untuk memahami bagaimana sistem politik Indonesia berfungsi, bagaimana distribusi kekuasaan antara lembaga-lembaga politik, dan bagaimana interaksi antara institusi-institusi ini membentuk kebijakan dan keputusan politik yang memengaruhi rakyat Indonesia secara keseluruhan. Selain itu, pendekatan institusional juga membantu dalam menganalisis stabilitas politik, perubahan kelembagaan, dan respons institusi terhadap dinamika politik dalam negeri maupun internasional.

Dengan menggunakan pendekatan institusional, kita dapat memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang peran dan posisi politik Indonesia, serta bagaimana lembaga-lembaga politik di negara ini berkontribusi dalam membentuk arah kebijakan, menjaga stabilitas politik, dan mengatur dinamika politik yang beragam di Indonesia.

Tren Kebangkitan Islam di Indonesia 
Di Indonesia, tren kebangkitan Islam politik telah menjadi sebuah fenomena yang signifikan dalam beberapa dekade terakhir. Kebangkitan ini tercermin dalam semakin kuatnya peran dan pengaruh Islam dalam ranah politik negara ini.

Islam politik di Indonesia sering kali mencerminkan aspirasi dan kepentingan umat Muslim dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk dalam pembentukan kebijakan, penegakan nilai-nilai agama, dan pemberdayaan komunitas Muslim.

Faktor-faktor yang mendorong tren kebangkitan Islam politik di Indonesia antara lain adalah identitas keagamaan yang kuat di kalangan masyarakat, keinginan untuk menerapkan prinsip-prinsip Islam dalam ranah politik dan sosial, serta sebagai respons terhadap isu-isu sosial dan politik yang dianggap relevan dengan ajaran Islam.

Selain itu, dalam konteks politik Indonesia yang pluralistik, Islam politik juga menjadi salah satu kekuatan politik yang signifikan, dengan partai politik berbasis Islam memainkan peran penting dalam peta politik negara ini. Partai-partai seperti PKB, PKS, dan PPP memiliki basis dukungan yang kuat di kalangan umat Muslim dan turut berkontribusi dalam membentuk kebijakan dan arah politik di Indonesia.

Meskipun kebangkitan Islam politik di Indonesia menjadi tren yang signifikan, namun hal ini juga menimbulkan berbagai diskusi dan perdebatan tentang bagaimana Islam seharusnya diposisikan dalam konteks politik yang inklusif dan demokratis. Peran Islam politik yang semakin kuat juga menuntut adanya keseimbangan antara nilai-nilai agama dan prinsip-prinsip demokrasi serta keberagaman dalam masyarakat Indonesia.

Dengan demikian, tren kebangkitan Islam politik di Indonesia adalah sebuah fenomena kompleks yang mencerminkan dinamika politik dan sosial di negara ini, serta menunjukkan pentingnya pemahaman yang mendalam dan dialog yang konstruktif untuk mencapai keselarasan antara Islam, politik, dan nilai-nilai demokrasi dalam konteks Indonesia yang majemuk.
Saran dan rekomendasi 
Dengan mengetahui sejarah Turki Utsmani kita mengetahui bahwa sebuah perjuangan untuk menaklukkannya tidaklah mudah berabad-abad lamanya setiap orang berlomba-lomba untuk mewujudkan apa yang dijanjikan yang disebutkan secara eksplisit dalam teks Nabi, kekaisaran turki utsmani yang sangat besar itu bisa runtuh karena kecintaan berlebihan terhadap dunia, foya-foya, jauhnya masyarakat muslim terhadap ajaran islam, yang mana bahwa peradaban yang besar itu di mulai dengan ketakwaan kepda Allah selayaknya Muhammad Al-fatih yang di sebutkan sebagai sebaik-baik pemimpin yang tidak pernah meninggalkan shalat berjamaah, shalat rawatib dan shalat tahajjudnya semenjak baligh merupakan bentuk implementasi ketaatan secara dzahir kepada Allah subhanahu wa ta’ala dan sebaik-baik prajurit adalah yang di komando dibawahnya. (Red)

Editors Team
Daisy Floren
Daisy Floren
Redaksi Author